Suka-Duka Menjadi Reviewer Buku

Konsekuensi bawaan dari hobi membaca adalah hobi ngoceh, ngoceh di sini maksudnya ngocehin tentang buku-buku yang baru selesai dibaca. Karena biasanya kita nggak bisa menahan sendiri kesan-kesan, baik itu kesan baik maupun kesan buruk, yang kita dapatkan setelah membaca buku.
Menjadi peresensi buku mungkin salah satu cara untuk mengeluarkan uneg-uneg dan kesan yang ada di pikiran kita tentang sebuah buku. Sebenarnya dengan mereview buku, ingatan kita akan isi buku tersebut menjadi semakin kuat, lho!
Tapi apakah menjadi peresensi buku adalah hal yang mudah?
Menjadi peresensi buku, yang sifatnya volunteer ataupun yang digaji, memiliki suka dan duka nya juga seperti kegiatan lain. Nah, ini suka dan duka yang gue rasakan selama kurang lebih 1 tahun menjadi peresensi buku baik itu di website, blog, instagram, dan youtube:
Suka
1. Uang saku tambahan
Menjadi peresensi buku secara volunteer sudah barang pasti tidak akan ada yang menggaji kamu, ya namanya juga volunteer :')
Tapi, sangat banyak lomba-lomba resensi buku yang diadakan penerbit dengan hadiah uang tunai dan paket buku. Lomba ini bisa kamu ikuti jika kamu merasa pede dengan hasil review-mu, untung-untung kamu menang :)
Uang saku juga bisa kamu dapatkan jika kamu mengirim tulisan resensi-mu ke media cetak seperti koran atau majalah yang memiliki rubrik khusus untuk resensi buku. Tentunya tulisanmu akan dikurasi dulu apakah layak terbit atau tidak. Jika tulisanmu tayang, kamu akan dikirimi uang sebagai imbalan atas tulisanmu. Enak, kan?
2. Buku gratissss
Menjadi peresensi volunteer juga sangat berpotensi mendapatkan buku gratis, terutama jika media yang kamu gunakan sudah diikuti banyak orang. Artinya, review kamu menarik, dapat dipercaya, dan dijadikan referensi bagi pengikutmu.
Imej yang udah kamu miliki itu secara sendirinya akan mengundang penulis atau penerbit untuk mengajakmu kerjasama biasanya dengan cara endorsement, yaitu kamu dikirimi buku secara cuma-cuma dan tugasmu adalah membacanya dan kemudian mereviewnya.
Menyenangkan bukan?
3. Teman sesama kutu-buku
Review yang kamu buat tentunya akan dibaca atau ditonton banyak orang, sudah hampir pasti orang yang menyaksikan reviewmu adalah mereka yang juga gemar membaca. Di antara mereka itu biasanya akan ada yang mengontakmu untuk menanyakan rekomendasi buku, penulis yang disarankan, atau bahkan diskusi tentang satu buku.
Hal ini sangat menyenangkan, karena review yang kamu bikin ternyata bisa mengundang pertemanan!
Duka
1. Perjalanan (relatif) panjang
Menjadi peresensi yang dapat dipercaya atau memiliki banyak audience tentu tidak bisa dicapai dalam waktu hitungan hari. Kamu harus rajin membuat resensi secara konsisten agar "nama" mu dikenal orang dan kemudian mereka tertarik untuk mengikuti mu.
Di awal-awal perjalanan ini, kesabaran dan niat yang penuh sangat dibutuhkan, karena belum akan ada penulis atau penerbit yang melirikmu untuk mengajak kerjasama, dan tulisanmu pun belum bagus-bagus amat untuk bisa menang lomba atau diterbitkan di media cetak.
Maka, jika bukan karena hobi dan memang suka berbagi, menjadi peresensi secara volunteer akan terasa berat, membosankan, dan melelahkan.
2. Proses di balik layar
Ada serangkaian proses yang dilakukan peresensi sebelum akhirnya resensi tersebut tayang. Dari mulai membaca, mencerna, menimbang-nimbang kesan, menulis review, dan mengedit. Itu urutan proses secara umum.
Jika media yang digunakan adalah Instagram, maka ada proses tambahan yaitu memfoto buju yang akan direview dengan sebaik mungkin agar menarik pembaca. Peresensi juga harus memikirkan bagaimana bisa menyampaikan resensi secara singkat karena caption Instagram sangat terbatas jika dibandingkan dengan blog.
Jika media yang digunakan adalah Youtube, proses yang harus dilalui sedikit lebih berat. Peresensi harus merekam video dengan segala tetek-bengek per-pervido-an nya, lalu mengedit video tersebut (minimal memotong dan menambahkan). Belum lagi tantangan psikis berupa ketidak pedean untuk menampilkan wajah di depan kamera :')
3. Pengaturan waktu
Untuk membuat sebuah resensi buku, tentunya buku tersebut harus sudah selesai dibaca terlebih dahulu. Inilah salah satu tantangan terbesar untuk menjadi peresensi buku, yaitu manajemen waktu.
Jika mereview buku bukanlah pekerjaan tetap, maka pasti ada kegiatan lain yang lebih besar prioritasnya seperti sekolah, kuliah, kerja, mengurusi anak, atau bikin tugas. Menyempatkan membaca buku di antara kesibukan hari-hari ini lah yang membutuhkan seni tersendiri :'D
Belum lagi jika menggunakan youtube sebagai media, maka proses di balik layar seperti pada poin 2 dibatas akan membutuhkan anggaran waktu yang khusus juga.
Nah, sebenarnya jika kamu memang hobi membaca dan hobi berbagi, menjadi peresensi buku adalah hal yang menyenangkan, baik itu secara volunteer apalagi jika digaji sebagai pekerjaan tetap.
Suka dan duka yang dirasakan sebagai peresensi tentu akan menjadi cerita tersendiri yang akan membekas dan terus dikenang sampai kapanpun, meskipun mungkin sudah tidak lagi aktif meresensi buku.
Kalau kamu masih ragu untuk memulai menjadi book reviewer, ayoo, tunggu apa lagi?
Menjadi peresensi buku adalah kegiatan yang menyenangkan kok, dan tentunya berguna sebagai soft skill kamu di bidang kepenulisan atau videografi :D
Komentar
Posting Komentar